Selasa, 13 September 2011

SEKDU

Instrumen musik ini terbuat dari bambu berdiameter 1,5 Cm, dimainkan dengan cara ditiup mempunyai klep peniup yang terbuat dari kayu, sedangkan lobang peningkah terdiridari empat lobang yang menghasilkan nada terdiri dari nada: do, re, mi, sol, dan la maka tangga nada yang digunakan adalah pentatonis atau disebut juga tangga nada selendro. tangga nada ini pada umumnya digunakan oleh suku melayu tua yang hidup dan berkembang di daerah Jambi seperti suku Kerinci, suku Batin dan suku Kubu, sedangkan nada-nada ini digunakan pada musik untuk mengiringi upacara sakral seperti Upacara Asik ( upacara Besambai ) di Kerinci, Upacara Besale pada suku Kubu dan mantau di suku Batin yang terdapat di Kab. Merangin dan Sarolangun dan Krinok Di Kab. Bungo, serta Doak Di Kab. Tebo. dan Nada ini Juga digunakan pada 10 macam jenis tutur yang terdapat di Provinsi Jambi. di Kabupaten Bungo instrumen ini disebut Serdam meskipun sistem pembuatan klep peniupnya berbeda tetapi cara dan karakteristik bunyi yang dihasilkan adalah sama.

Senin, 12 September 2011

TERAWAK

Terawak adalah instrumen musik yang berasal dari suku melayu tua di daerah Jambi yakni : Suku Kerinci, Suku Batin, dan Suku Kubu. instrumen ini digunakan pada sa'at pelaksanaan upacara ketika terjadi kesalah pahaman antara penguasa hutan dengan manusia, karena pada mulanya masarakat membuka hutan sebagai tempat tinggal telah diadakan upacara menjalin kesepakatan antara penguasa hutan dengan manusia untuk tidak saling mengganggu, dan apabila ternyata perjanjian itu dilanggar maka diadakanlah upacara, umpamanya terjadi pembunuhan terhadap harimau oleh manusia atau sebaliknya harimau mengganggu manusia maka upacara dilaksanakan dengan membunyikan "TERAWAK" instrumen ini kegunaannya adalah untuk memanggil harimau bahwa keadilan akan ditegakkan sesuai dengan perjanjian awal oleh ninik moyang terdahulu, upacara ini terdapat didesa Pulau Tengah Kerinci disebut upacara "NGAGAH IMAU".
Terawak, dibuat dengan cara menggali lobang pada tanah disebuah lapangan atau suatu tempat yang dianggap pantas untuk jalannya upacara, dengan ukuran 1x1 meter dalamnya juga 1 meter, pada permukaan tanah ditancapkan kayu dipinggir lobang tanah tersebut, kemudian diikatkan 3 helai rotan pada kayu itu, lalu dikencangkan dan dijepitkan Upih pinang dan batok kelapa lalu dibunyikan dengan cara dipukul.

Minggu, 11 September 2011

SERANGKO

Instrumen tiup ini memiliki keunikan tersendiri, pada mulanya suku Kerinci yang merupakan suku melayu tua menciptakan instrumen ini bertujuan untuk memanggil atau mengumpulkan orang pertanda bahwa upacara adat segera akan dimulai. dari sisi lain mengatakan bahwa instrumen musik ini ada kemiripannya dengan alat musik yang digunakan oleh suku Aborigin. pada suku Kerinci instrumen ini dibuat dari tanduk kerbau jalang sedangkan bunyi yang dihasilkan hanya merupakan efek bunyi saja untuk membangkitkan semangat dan menimbulkan suasana sakral pada upacara adat

Sabtu, 10 September 2011

CANGOR

CANGOR, adalah instrumen musik tradisional Jambi, yang terbuat dari bambu dimainkan dengan cara dipukul. instrumen ini digunakan oleh masyarakat Kerinci sebagai proses persiapan pelaksanaan kenduri seko ( Nuhaun Sko ) untuk mengiringi pencak silat dan tari Iyo-iyo. suku Kerinci menamai instrumen ini adalah Ketuk Gong, sedangkan di Sungai Penuh disebut Gumbe-gumbe sedangkan di suku Batin dan lainnya menyebut instrumen ini adalah Cangor.

Jumat, 09 September 2011

Azhar MJ _ Musisi Tradisi Jambi

PDF Cetak E-mail
.
Metro Jambi
Ditulis oleh ALPADLI MONAS, Sungai Kambang   
Senin, 21 Desember 2009 11:23
Perkenalkan Musik Jambi sampai Luar Negeri
Beruntung Jambi masih memiliki seniman-seniman yang serius menjaga budaya daerah. Di bidang musik tradisional, Azhar MJ cukup dikenal. Eksistensinya tak terbantahkan. Tak hanya di Jambi. Di beberapa negara, Azhar pernah memperkenalkan musik tradisi asal Jambi. Seperti apa proses yang dia lalui? Siang kemarin atau Minggu (20/12), setengah lusin remaja putri terlihat sedang berlatih menari di lapangan Taman Budaya Jambi (TBJ), Sungai Kambang, Telanaipura. Tubuh mereka meliuk-liuk diiringi suara merdu gendang dan akordion. Pemain gendang pun masih berusia belasan tahun, putra-putra kreatif. Nah, pemain akordion itulah Azhar MJ (47).
Di tangannya, alat musik yang tergolong tua usia itu mengeluarkan suara-suara indah. Setiap tekanan jari pada tuts akordion membuat suasana kian semarak pada latihan tari kemarin siang itu. Azhar tampak serius melatih anak-anak didiknya yang bergabung dalam Sanggar Mindulahin.
Dalam bahasa Kerinci, “mindu” artinya kerinduan, sedang “lahin” berarti tempo dulu. Kerinduan tempo dulu. Begitu Azhar menerjemahkan makna sanggar yang sudah berdiri sejak 1979 itu.
Berawal dari kesukaannya bermain instrumen, Azhar mulai berguru pada seorang musisi Kerinci, (alm) Rifai Aris, sekitar 1970. Dari musisi itulah, ayah dua anak tersebut mengenal notasi musik dan dasar-dasar bermain musik. Cukup lama ia berguru dengan Rifai. Pada 1979 dia bahkan sempat mendirikan Sanggar Mindulahin bersama rekan-rekan musisi lainnya di Kerinci. Sejak itu Azhar mulai berkiprah di dunia musik tradisional.
Merasa tak puas, Azhar kembali mencari guru baru. Pada 1982 dia terbang ke Yogyakarta, menemui seorang musisi lain, Kusbini. Untung niat baik Azhar disambut. Dia diangkat menjadi siswa oleh Kusbini. Sejak saat itu, dia belajar secara pribadi di rumah Kusbini sambil melanjutkan pendidikan di Akademi Seni Drama dan Film (Asdrafi) Yogyakarta.
Begitu lulus Asdrafi pada 1985, suami Latna Wilis (39) itu berangkat ke Padang, Sumatera Barat. Di Padang dia nekat minta rekaman musik tradisi. Permintaan dipenuhi. Kaset berisi permainan musik tradisi grup yang dia gawangi langsung jadi pembicaraan di pasar seni. “Wah, waktu itu ramai. Kita yang pertama kali di Jambi rekaman,” kenang warga Perumahan Pinang Merah, Simpang Rimbo, itu sambil memeluk gendang, siang kemarin.
Dalam ingatannya, usai kaset beredar, masyarakat Jambi mulai melirik musik-musik tradisional, misalnya gendang sikik (rebana), gendang panjang, cangor (sejenis gong dari bambu), dan kelintang kayu. Khusus kelintang kayu, hingga kini banyak yang tertarik mempelajarinya. Alat musik itu mudah dibuat. Bahan dasarnya dari kayu mahang, terap, atau sekubung.
Berawal dari tujuh anggota, Sanggar Mindulahin kini memiliki anggota cukup banyak, sekitar 50-an. Kebanyakan remaja dan anak-anak. Bahkan rencananya Azhar mendirikan lembaga pendidikan khusus musik tradisi. “Seperti kursus,” bebernya.
Sepak terjang Mindulahin tak bisa dipandang sebelah mata. Selain sering manggung di Jambi, sanggar itu pernah pula manggung di luar daerah, misalnya di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dan Gedung Kesenian Jakarta. “Di TMII dua kali,” jelasnya.
Mindulahin pernah pula ikut festival musik di beberapa negara, yakni di Malaysia dan Singapura. Di Malaysia, pernah tampil di Ipoh (1997), Johor (2001), dan Malaka (2000). Di Singapura dua kali, pada 2006 dan 2008.
Perkembangan musik tradisi, dalam pandangan Azhar, kini mulai menggembirakan. Dari sebelumnya tak dikenal, kini mulai dicintai banyak orang. Bahkan masyarakat Jambi banyak mengundang mereka untuk tampil pada acara-acara pengantin. Itu artinya masyarakat sudah menghargai musik mereka sendiri ketimbang musik luar.
“Kini sudah naik lagi, walau tidak semeriah dulu. Kita sudah sering diundang untuk acara pengantin,” kata pria kelahiran Lubuk Nagodang, Siulak, Kerinci, itu tersenyum lebar. Tertarik mau melihat aksi Sanggar Mindulahin? Silakan datangi RRI Telanaipura, Senin (21/12) nanti. Sanggar itu akan tampil dalam sebuah teaterikal menarik.(*)

PROFIL SAYA

AZHAR MJ

Usia : 48 tahun
Istri : Letna Wilis (39)
Anak :
- Mesy Juliza (20)
- Bela (13)
Pendidikan : Akademi Seni Drama dan Film Yogyakarta, lulus 1984
Pencapaian :
- Album "Musik Tradisi Kerinci Mindulahin"
- Mendirikan Sanggar Seni "Mindulahin" di Kerinci, 1979, dan mengembangkan
hingga ke Kota Jambi (1992). Mereka berlatih di Taman Budaya Jambi.
- Menciptakan sejumlah alat musik tradisi modifikasi dan menghidupkan kembali
penggunaan sejumlah alat musik yang hampir punah.

Dalam budaya modern yang dinamis dan saling melebur, musik tradisi kian ditinggalkan. Anak muda seolah tak berminat dengan warisan tempo dulu. Musik tradisi terdengar monoton, lamban, dan bikin mengantuk.